Voice Netizen - Belakangan ini, sebuah curhatan viral dari salah satu pengguna Twitter yang dikenal sebagai Pengguna X telah menjadi perbincangan hangat. Kisah ini mengungkapkan bahwa lima lulusan baru, yang juga dikenal sebagai "fresh graduate," mengalami kegagalan dalam mendapatkan pekerjaan dikarenakan tingkat skor kredit mereka yang rusak.
Pengguna X, dengan akun @kawtuz, menceritakan bahwa kelima orang tersebut gagal dalam proses melamar pekerjaan karena memiliki skor kredit dengan tingkat kolektibilitas 5, yang mengindikasikan kredit macet. "Kelimanya gak ada yang lolos karena BI Checking Kol 5. uwaww," tulis Pengguna X pada Senin (21/8/2023).
Yang menarik adalah bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami arti dari status kolektibilitas ini. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai konsep ini.
Apa Itu Kolektibilitas dan BI Checking?
Sebagai informasi, BI Checking, yang saat ini dikenal sebagai Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), merupakan platform yang berisi riwayat pinjaman para debitur, termasuk informasi tentang keteraturan pembayaran cicilan.
Kolektibilitas mengacu pada penilaian tingkat skor kredit dalam SLIK. Skor ini dinilai berdasarkan kemampuan debitur untuk membayar utang serta ketepatan pembayaran pokok dan bunga. Berdasarkan informasi dari situs sikapiuangmu.ojk.go.id, terdapat lima tingkatan kolektibilitas kredit sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum:
Kolektibilitas 1: Lancar, mengindikasikan debitur yang selalu membayar pokok dan bunga tepat waktu. Rekening berkembang baik, tanpa adanya keterlambatan pembayaran, dan sesuai dengan persyaratan kredit.
Kolektibilitas 2: Dalam Perhatian Khusus, menunjukkan debitur yang menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga selama 1-90 hari.
Kolektibilitas 3: Kurang Lancar, menandakan debitur yang menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga selama 91-120 hari.
Kolektibilitas 4: Diragukan, mengindikasikan debitur yang menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga selama 121-180 hari.
Kolektibilitas 5: Macet, menunjukkan debitur yang menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga selama lebih dari 180 hari.
Dampak dan Imbauan dari OJK
Dalam situasi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengimbau masyarakat, terutama mahasiswa, untuk lebih waspada saat berurusan dengan layanan pembayaran tertunda (paylater) atau pinjaman online (pinjol). Keterlambatan pembayaran dapat berdampak pada skor kredit yang tercatat dalam sistem SLIK.
Frederica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, menekankan bahwa bahkan tunggakan kecil sebesar Rp300.000 hingga Rp400.000 saja dapat merusak skor kredit. Hal ini pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengajukan pinjaman seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), mendapatkan beasiswa, atau bahkan memperoleh pekerjaan.
Dia juga mengingatkan bahwa banyak orang mengalami kesulitan saat mencoba untuk melunasi pinjaman atau paylater yang tertunda, karena beberapa layanan pinjaman online mungkin telah ditutup, sulit dihubungi, atau menghadapi masalah lain yang menghambat proses pelunasan.
Dalam menghadapi perkembangan ini, penting bagi setiap individu untuk berhati-hati saat menggunakan layanan keuangan semacam ini. Situasi seperti yang dijelaskan di atas nyata dan dapat terjadi di sekitar kita. Oleh karena itu, pemahaman dan langkah yang bijaksana dalam mengelola keuangan sangatlah penting.