Voice Netizen - TikTok Indonesia resmi mengumumkan pemberhentian fasilitas transaksi e-commerce per tanggal 4 Oktober 2023 seiring dengan adanya regulasi media sosial tidak diperizinkan melakukan transaksi jual beli.
Pengumuman tersebut terlampir dalam TikTok.com yang menyebutkan akan menghormati dan mematuhi hukum Republik Indonesia (RI).
Dengan demikian, kami tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di dalam TikTok Shop Indonesia, efektif per tanggal 4 Oktober, pukul 17.00 WIB. Kami akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana kami ke depan," tulis pernyataan resmi TikTok, Selasa (3/10/2023).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, TikTok yang merupakan social commerce, hanya akan memfasilitasi promosi barang atau jasa dan dilarang menyediakan transaksi pembayaran.
"(Social Commerce) tidak boleh transaksional. Tidak boleh jualan langsung. Promosi boleh," ungkap Zulkifli, beberapa waktu lalu.
Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, yang merupakan revisi dari Permendag 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Plarform asal China tersebut hanya diizinkan untuk promosi layaknya iklan di televisi.
Presiden Joko Widodo sempat menyinggung penutupan TikTok Shop ini menimbulkan pro dan kontra.
"Mestinya teknologinya muncul, regulasinya disiapkan oleh birokrasi kita. Setiap muncul, siapkan," kata Jokowi seperti yang dikutip Tribunjogja.com dari laman Kompas.com.
"Kalau enggak siap, yang kena nanti seperti yang baru saja kejadian, TikTok Shop, bisa mengenai UMKM kita, mengenai pasar-pasar tradisional kita," imbuh Presiden.
Menurutnya, TikTok Shop mencerminkan bahwa e-commerce dapat memberi manfaat jika didukung oleh regulasi, tetapi juga bisa berdampak buruk jika tidak diikuti oleh regulasi.
Jokowi mengungkapkan, kekhawatiran serupa juga dialami oleh sejumlah negara besar.
Ketika hadir di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di India pada September lalu, kata Jokowi, ada enam negara yang mengkhawatirkan perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
"Apa yang ditakutkan, teknologinya ini sudah melesat maju, regulasinya belum siap, belum ada, sudah ke mana-mana," ucap Jokowi.
Oleh sebab itu, Jokowi menekankan bahwa para aparatur sipil negara (ASN) dan birokrasi memiliki tugas untuk menyiapkan regulasi terkait teknologi yang berkembang pesat.
"Harus diubah orientasinya, tapi memang dimulai dari pusatnya dulu. Sistemnya, peraturannya, regulasinya, memang agar orientasinya berubah," tutur Jokowi.