Peran Orangtua Dalam Mengeksplorasi Minat Anak

Redaksi

Voice Netizen - Sebagai orangtua yang mempunyai anak usia sekolah, apa yang Anda lakukan untuk menunjang perkembangan anak? Menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada anak atau justru yang mengarahkan agar anak memilih jurusan ini atau itu? Orangtua tipe ortodok cenderung mengarahkan anaknya dengan pertanyaan: “Nak, besok kalau kamu sudah besar ingin jadi apa?” Jika anaknya menjawab, “Jadi dokter!” “Jadi pilot!” “Jadi insinyur” atau “Jadi tentara!”, si orangtua pun senang bukan main.  Apa reaksi orangtua jika anaknya menjawab seperti tokoh Jarjit dalam film Upin dan Ipin, bahwa nanti kalau dirinya sudah besar akan jadi tukang  sampah, dengan alasan tanpa adanya tukang sampah maka kota akan sangat kotor. Gurunya mengapresiasi cita-citanya, bahwa itu cita-cita yang mulia. Tapi itu sebatas  film anak-anak. Bagi orangtua, anaknya harus punya cita-cita yang menambah gengsi orangtua—walaupun  itu baru sebatas cita-cita. Anak yang bercita-cita jadi penyanyi, pemain musik, atau pelukis akan dihardik dan disuruh mengganti cita-citanya. 

Padahal, orangtua yang memaksa anaknya untuk mengambil minat tertentu sementara bagi si anak itu bukan pilihan hati kecilnya maka sama dengan menjerumuskan anaknya. Tingkat kesuksesan orang yang berkecimpung di luar bidang yang diminati sangat rendah, prosentasenya sangat kecil. Alangkah bijaksananya jika Anda sebagai orangtua mengetahui minat si anak. Jika sudah tahu potensinya maka Anda dapat mensupport semaksimal mungkin sehingga anak Anda pun akan menjalani aktivitas di bidang/jurusan tersebut dengan gembira sehingga hasilnya maksimal, potensi lulus dengan predikat cumlaude pun terbuka lebar. 

Misalnya, Anda tahu si anak sukanya mengotak-atik peralatan elektronik, bongkar pasang, dan tidak mengenal lelah di situ kemudian Anda suruh menggeluti peternakan maka akan dilakukan dengan ogah-ogahan. Di sinilah Anda sebagai orangtua diuji, tetap memaksakan kehendak Anda atau mendukung minat yang dipilih anak. 
“Sebagai orangtua, kita jangan suka memaksa anak untuk memilih bidang yang tidak disenangi karena sama saja dengan menyiksanya, dan hasilnya pun buruk: anak gagal sekolah atau gagal karier. Ketahui dulu minat anak, setelah itu dukung agar mereka berkembang dan maju di bidangnya,” kata Arnita Kusumaningrum, Psikolog dari Bipi Consulting. 

Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia sebenarnya telah  memberi panduan untuk jadi orangtua dan guru dengan semboyan yang sangat terkenal dan tetap relevan sampai saat ini: Ing ngarso sung tuladha (di muka memberi teladan), ing madya mangun karsa (di tengah-tengah memberi daya kekuatan), tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan semangat). Ada sebuah kasus, seorang anak yang kutu buku yang bercita-cita jadi pengarang. Sedari kecil hobinya menulis. Ketika duduk dibangku SMA ketika penjurusan memilih jurusan sosial walau nilai untuk ilmu eksakta sangat tinggi. Pilihannya mengecewakan bapaknya. Tahu itu dia mengadu ke ibunya dan si ibu berkata, “Hidupmu adalah pilihanmu. Jika itu pilihanmu, bertanggungjawablah pada pilihanmu.” Dia bisa tenang sampai lulus dan melanjutkan kuliah di fakultas yang tidak disukai bapaknya, lagi-lagi si ibu menenangkannya, “Jadilah dirimu sendiri.” Tahu itu bapaknya tidak bisa apa-apa dan akhirnya memberi support. 

Seiring waktu, anak itu jadi pengarang terkenal dengan banyak karya buku dan juga jadi konsultan perbukuan (naskah). Untunglah, si bapak tidak ngotot memaksakan kehendaknya dan setelah menyadari justru mendukungnya. Pada suatu waktu bapaknya sebelum wafat bercerita, dulu sewaktu anaknya itu masih balita mereka  kedatangan tamu yang membawa buku dan meletakkannya di meja. Anak itu dengan asyik membuka-buka dan menikmati buku itu, sampai bapak dan tamunya heran dibuatnya, anak sekecil itu kok bisa menikmati buku. “Kok ternyata kamu jadi pengarang.” Andai, bapaknya itu memaksa si anak memilih bidang teknik atau kesehatan, belum tentu hasilnya maksimal atau malahan gagal total. 
Tags